Minggu, Maret 09, 2008 |
Adegan Musik Indonesia 1970-2003 |
Ketika badai krisis moneter mendera negeri ini tanpa henti, musik (pop) Indonesia tidak pernah berhenti. Musik Indonesia tetap tegak berdiri. Di masa paceklik nan pelik ini, grup-grup tangguh seperti Slank, Dewa, Sheila On 7, Jamrud, dan Padi, malah menuai sukses. Mereka rata-rata berhasil menjual album masing-masing di atas jumlah satu juta keping.
Bahkan kalau dihitung pula dengan hasil kaset bajakan, album Dewa bisa mencapai tiga juta keping," ungkap Ahmad Dhani Manaf, leader Dewa. Lantas, apa yang membuat musik Indonesia sedemikian tangguh, padahal film Indonesia sudah cukup lama terjerembab sejak dasawarsa 1990-an?<>
"Musik ibarat orang merokok. Meski banyak imbauan bahwa rokok merusak kesehatan, toh orang tetap aja merokok. Musik pun sudah menjadi kebutuhan sehari-hari" ungkap Tantowi Yahya, presenter kondang yang juga bergelut di industri musik.
Hal senada juga diungkapkan pemusik Harry Sabar. "Selama manusia masih butuh hiburan, yang namanya musik tetap ada," katanya. Apalagi, membuat musik tidaklah sekompleks membuat film.
"Teknologi perfilman kita jelas tak mampu mengimbangi kemajuan Hollywood, misalnya. Perlu berpuluh-puluh tahun ke depan. Berbeda dengan musik, tren global yang berlaku di musik bisa kita serap untuk industri musik kita," papar Tantowi.
Dan musik pop Indonesia dari tahun 1960-an hingga sekarang, kata Tantowi, memang tak bisa lepas dari pengaruh musik pop mancanegara. "Lihat saja ketika The Shadows ngetop di Indonesia, muncul Zainal Combo Band. Atau ketika pamor The Beatles mencuat, lalu muncul Koes Bersaudara di sini," kata presenter kuis ini.
"Dulu pemusik kita sering bangga bila berhasil menjadi imitator artis atau band luar negeri. Ada yang bangga disebut Harry Belafonte Indonesia, ada Bee Gees Indonesia, ada Connie Francis Indonesia, dan lain-lain yang akhirnya justru menghambat kreativitas mereka sebagai pemusik," tutur Harry Sabar yang dikenal sebagai komposer.
Munculnya Koes Bersaudara dengan lagu-lagu karya cipta sendiri di tahun 1960-an melalui rekaman yang dibuat oleh perusahaan rekaman Irama milik almarhum Mas Yos, dianggap memicu iklim bermusik yang baik di negeri ini. Terlebih lagi ketika kelompok bersaudara ini lalu melebur dengan formasi Koes Plus di awal tahun 1970-an.
Industri musik pun kian bergairah. Satu per satu grup-grup baru bermunculan seperti Panbers, The Mercy’s, Favorite’s Group, atau D’lloyd. Grup-grup rock seperti The Rollies, AKA, God Bless, Freedom of Rhapsodia, Golden Wing, atau Rasela yang tadinya lebih banyak membawakan repertoar asing di pentas pertunjukan, mulai membawakan lagu sendiri di studio rekaman.
"Tetapi, peran cukong rekaman sangat dominan. Para pemusik tahun 1970-an sering didikte untuk membawakan lagu- lagu yang simpel agar laku di pasaran. Para pemusik pun biasanya tunduk dengan kemauan produser rekaman agar bisa masuk ke studio. Namun, yang bandel juga banyak," tukas Seno Hardjo, mantan wartawan musik yang kini menekuni industri rekaman.
Oleh sebab itu, di kala menjamurnya lagu-lagu kacangan di era 1970-an, di kala itu juga banyak album-album yang rada nyeleneh seperti yang dihasilkan Guruh Gipsy, Harry Roesli, Gombloh And Lemon Trees Anno ’69, Konser Rakyat Leo Kristi, Kelompok Kampungan, Remy Sylado Company, dan banyak lagi.
"Saat itu saya berusaha meyakinkan para cukong rekaman bahwa selain bisa membuat album yang laris bak pisang goreng, saya juga bisa menghasilkan album yang bergengsi. Dan untungnya mereka mengerti. Jadi idealisme kita tetap ada," kata Harry Sabar yang sering berkolaborasi dengan sejumlah pemusik seperti Keenan Nasution hingga Jockie Soerjoprajogo.
Revolusi musik?
Dari kurun waktu tahun 1970 hingga sekarang ini, telah terjadi revolusi musik-kah? "Revolusi Musik? Rasanya itu berlebihan dan tak pernah terjadi di negeri kita. Yang ada mungkin adalah perubahan saja, atau perubahan tren" ujar Harry Sabar.
Harry pun menyebut perubahan yang sempat dia catat adalah era penyanyi solo seperti Rachmat Kartolo berubah menjadi era grup band seperti Koes Plus. Lalu muncul era penyanyi melankolis dan digantikan dengan era musik ala Badai Pasti Berlalu. Lalu terjadi regenerasi yang memunculkan nama-nama baru seperti Slank, Gigi, Dewa, Padi, atau Sheila On 7.
"Masing-masing era tersebut sama bagusnya karena sesuai dengan tren yang tengah berlangsung. Jadi sangat tidak bijaksana jika saya menyebut era ini lebih bagus dari era sesudahnya," cetus Tantowi yang juga dikenal sebagai penyanyi country ini. Tantowi lalu menyebut bahwa pada era 1970-an, musik pop Indonesia sangat dipengaruhi tren musik yang berlangsung di Eropa.
"Saat itu hampir sebagian besar pemusik kita berkiblat pada pemusik Inggris maupun Belanda," tambahnya. Baru di pertengahan tahun 1980-an pengaruh musik pop Amerika Serikat seperti rap, R&B, dan metal, mulai menyelimuti industri musik Indonesia. "Mulai muncul rapper seperti Iwa K atau Andre Hehanussa yang memainkan musik R&B," jelas Tantowi.
Dalam catatan Seno, adegan musik Indonesia di pertengahan tahun 1980-an cukup menampilkan banyak ragam. Ada fusion dari grup-grup seperti Krakatau, Emerald, Karimata atau Bhaskara. Ada rock seperti Superkid, Giant Steps, El Pamas, atau Grass Rock.
Atau pemusik-pemusik balada yang sarat kritik sosial seperti Iwan Fals, Gombloh, Franky And Jane, dan Ully Sigar Rusady. "Jangan lupa, saat itu banyak lagu-lagu berkualitas yang muncul dari ajang lomba bikin lagu seperti Festival Lagu Pop Indonesia maupun Lomba Cipta Lagu Remaja," tutur Seno, yang kini banyak menghasilkan album-album katalog lama seperti karya Fariz RM, Dian Pramana Poetra maupun Utha Likumahuwa.
Era 1980-an yang penuh warna bak bianglala itu rasanya terulang kembali di awal abad ke-21 ini. Saat ini begitu banyak artis maupun band yang tampil dengan karakter musik yang kuat.
"Tanpa warna yang berbeda dan karakter yang kuat, mustahil para pemusik bisa membangun identitas dan eksistensinya. Apalagi, persaingan saat ini sangat ketat. Bagaimana bisa pemusik dikenali jika membonceng warna musik orang lain?" ungkap Riza Arshad, yang memimpin grup jazz Simak Dialog.
Pendapat senada juga dilontarkan Piyu, gitaris Padi. "Dulu, kami sering dituding mirip U2. Tetapi, untungnya kami menyadari bahwa kehadiran grup-grup besar itu pada Padi, hanya sebatas pengaruh belaka," kata dia.
Piyu pun mengakui bahwa dia banyak mendengarkan kelompok-kelompok old school seperti Led Zeppelin, Queen, atau The Beatles sebagai inspirasi untuk berkarya. "Saya juga banyak mendengarkan Badai Band dan Iwan Fals. Mereka adalah pemusik-pemusik yang saya kagumi," tukas Piyu di sela-sela tur konser di 45 kota di Indonesia.
Saat sekarang ini grup-grup musik papan atas Indonesia tercatat menghasilkan penjualan yang sangat fantastis. Misalnya Jamrud yang meraup penjualan mencapai dua juta keping untuk album Ningrat (2000), Dewa dengan penjualan dua juta keping lewat album Bintang Lima (2000), dan Sheila On 7 pada album kedua yang terjual 1,8 juta keping.
Pencapaian angka fantastis ini, selain memang didukung oleh kualitas musik yang memadai, juga didukung oleh strategi pemasaran yang jitu dari para major label seperti Sony Music Indonesia, Aquarius Musikindo atau Logiss. "Mereka berani mengeluarkan budget besar untuk promosi di televisi maupun media cetak. Hal semacam ini jarang terjadi di era 1970-an maupun 1980-an," kata Seno.
Baik Seno maupun Harry menyebut bahwa di era 1980-an, penjualan album kaset di atas 300.000 keping mulai tercapai termasuk di antaranya oleh Nicky Astria maupun God Bless. "Saat itu pencapaian sebesar 300.000 untuk musik rock merupakan hal yang sangat fantastis," kenang Donny Fattah, pemetik bas God Bless.
"Tetapi, rekor penjualan sekitar satu juta keping sebetulnya pernah terjadi di tahun 1976, yaitu untuk album anak-anak Adi Bing Slamet. Eddy Sud berperanan di balik rekor penjualan fantastis itu," ucap Harry yang kini lebih banyak menekuni pembuatan music score sinetron di layar kaca.
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label.
Gerakan independen ini muncul juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik didikte perusahaan-perusahaan rekaman yang besar. "Saya sangat salut dengan gerakan independen ini karena mereka mulai memahami seluk-beluk industri musik yang selama ini terkesan tidak transparan, mulai dari hasil penjualan hingga distribusinya. Juga hal-hal lain yang melecehkan kreativitas pemusik," komentar Harry.
Di awal tahun 1990-an, gerakan independen ini digagas oleh kelompok rock asal Bandung, PAS Band, yang bergerilya memasarkan album mereka. Ternyata, usaha PAS Band berbuah sukses.
Pengusaha rekaman kelas kakap menjadi terperangah karena grup yang pernah mereka tolak mentah-mentah ternyata kini berhasil menuai sukses. "Uniknya, PAS Band lalu dikontrak oleh Aquarius Musikindo, salah satu perusahaan rekaman terbesar di negeri ini," kata Seno.
Gerakan independen ini pun tak hanya berhenti di situ, malah terus merambah ke mana-mana. Beberapa grup musik independen ini malah melakukan terobosan pasar secara internasional, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok Tengkorak, Discus, dan Mocca. "Album Mocca kini malah di-display di toko-toko kaset besar berdampingan dengan album-album keluaran major label," tambah Seno.
Begitu riuh dan dinamis adegan musik Indonesia saat ini. Semakin yakinlah kita bahwa musik Indonesia masih tetap bernapas, masih tetap menggeliat walau didera pelbagai kendala. Hidup musik Indonesia!
Denny Sakrie Pengamat musik/ Kompas online |
posted by Tembang Pribumi @ 7:49 AM |
|
|
|
Kebyar - Kebyar |
Gombloh Golden Hand, Tahun
Cita2 Gombloh selalu besr. Dia ingin membentuk sebuah orkes besar yang beranggotakan 80 orang pemusik. Padahal dia belajar musik secara otodidak. Gitar adalah alat musik yang diakrabinya sejak masih duduk di bangku sekolah. Dengan pede dia naik ke atas panggung dalam suatu acara musik di sekolahnya. Itulah langkah awalnya berkibrah sebagai pemusik profesional. Bergabung dengan Leo Kristi membentuk grup Leon Trees tahun 1969, tapi keduanya kemudian berpisah, Gombloh meneruskan langkahnya dengan Lemon Trees. Namun yang kemudian membuatnya dikenang justru adalah karya setelah dia berjalan sendiri, Kebyar-Kebyar . Liriknya yang membangkitkan semangat nasionalisme menyebabkan lagu ini sering dibawakan dalam acara2 tertentu yang bersifat nansional.
Gombloh dikenal sebagai seorang yang dermawan. Ketika masih kecil mentraktir teman2, bahkan pakaiannya rela diberikan pada yang meminta. Setelah dewasa,kebiasaannya ini diteruskan dengan membagi-bagi hasil menyanyi kepada perempuan2 penghibur di Surabaya. Kalau ada yg bertanya, dengan enteng Gombloh menjawab : Mereka juga manusia, butuh makan, minum dan cinta. Indonesia Merah darahku, putih tulangku, Bersatu dalam semangatmu, dan Kebyar Kebyar menjadi masterpiece Gombloh disamping Berita Cuaca dan Wong Wilaheng
Album ini mendapat urutan ke 28 versi RSI
Sumber : RSI |
posted by Tembang Pribumi @ 7:48 AM |
|
|
|
Nadia & Athmosphere |
Gombloh & lemon Trees Golden Hand, 1978
Gombloh & lemon Trees mengusung 13 lagu dalam kaset perdananya. Lahir di Surabaya 23 Juli 1950, dengan nama Soedjarwo Soemarsono, walaupun sempat duduk di tingkat dua Fakultas Arsitektur Institut Teknologi Surabaya, Gombloh kemudian justru lebih senang menyanyi di panggung ataupun di studio rekaman.
Nadia & Atmosphere mengetahkan Gombloh sebagai penyanyi dan penulis lagu. Sebagai penyanyi, Gombloh dilatari dua biduanita dan satu biduan. Kalau lagu pertama side A " Lepen " bercerita tentang cinta remaja,dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti, lagu kedua pada side B " Tetralogi Fallot " mengungkap masalah yang terlalu rumit, demikian juga lagu ketujuh side B yang berjudul " Dimensi Antar Ruang " yang ingin berbicara tentang demokrasi, tapi liriknya digarap kurang mendalam.
Dengan peralatan musik seperti gitar, drum, synthesizer, bluesharp, flute, biola.cello dan tabla, serta musik yang diramu dengan pengaruh musik Bob Dylan, kelihatan sekali bahwa Gombloh dan Lemon Trees-nya ingin bicara banyak tentang negerinya yang gelisah. Banyak masalah yang ingin digambarkan dalam lirik lagu2 kaset yang dinyanyikan ber-ramai2 oleh Gombloh dan penyanyi latarnya ini. Tapi hingga tutup usia, 9 Januari 1988, masalah dalam lirik lagu2nya di kaset ini tetap menjadi masalah di negerinya tercinta.
Sumber : RSI
Album ini mendapat urutan ke 85 versi RSI |
posted by Tembang Pribumi @ 7:47 AM |
|
|
|
Musim Bunga |
Musim BungaFranky & JaneJackson 1977 Franky & Jane adalah nama yang teramat populer pada tahun 1977, ketika album debut mereka berjudul Musim Bunga meraih sukses yang tidak terduga. Keberhasilan Franky & Jane menerobos pasar industri rekaman waktu itu termasuk fenomenal, mengingat yang sedang digandrungi masyarakat adalah lagu-lagu pop manis, disko, dangdut , dan rock. Musim Bunga berisi 12 lagu.Lahir di Surabaya 16 agustus 1953. Franklin Hubert Sahilatua adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Mulai tertarik pada dunia tarik suara ketika menyaksikan penampilan Leo Kristi dan Gombloh yang tergabung dalam Lemon Trees tahun 1970. Jane Sahilatua yang lahir tahun 1956, sempat bersolo karir tahun 1993 dan menghasilkan tiga album. sebagai pencipta lagu, Franky memang motor duet Franky & Jane. Bahkan diluar kerjasama dengan adik perempuannya itu, Franky juga dikenal sebagai pencipta lagu yang handalAlbum ini mendapat urutan 48 versi RSISumber : RSI |
posted by Tembang Pribumi @ 7:43 AM |
|
|
|
Mata Air Harry Roesli (1951-2004) |
"Jangan menangis Indonesia kami berdiri membelamu Pertiwi." Itulah penggalan lirik Jangan Menangis Indonesia, karya Harry Roesli yang berkumandang membelah langit nan mendung saat pemakaman tokoh musik Indonesia, Ahad 12 Desember 2004 di Ciomas, Bogor, Jawa Barat. Pemusik dengan nama lengkap Djauhar Zaharsjah Fachrudin Roesli ini menghembuskan napas terakhirnya Sabtu 11 Desember 2004 di Rumah Sakit Jantung Yayasan Harapan Kita Jakarta.
Tanpa terasa, besok 11 Desember 2007, kang Harry, demikian sapaan akrabnya, telah tiga tahun meninggalkan kita semua. Namun, karya-karyanya masih tertoreh kuat dalam ingatan kita. Harry Roesli adalah sosok jenius yang banyak berkutat dalam pelbagai peristiwa budaya maupun sosial. Ketajaman intuisinya banyak melahirkan karya-karya fenomenal yang tak jarang cenderung ke pola kritik sosial. Ia acapkali melakukan gugat. Gugat terhadap ketimpangan sosial. Gugat terhadap kesewenangan. Gugat terhadap keculasan, dan seterusnya.
Tembang Jangan Menangis Indonesia itu sendiri tercetus setelah mencuatnya Peristiwa Malari pada 1974 yang banyak melibatkan protes dari para mahasiswa, termasuk Harry Roesli yang tengah mengenyam kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Harry Roesli yang kerap dijuluki biang Bengal Bandung ini juga sempat merasakan penjara yang pengap.
Lugas Jika menilik karya-karyanya yang terangkum pada sekitar 20-an lebih album, sederet karya musik panggung hingga teater, maka kita bisa menangkap benang merah kerangka berpikir Harry Roesli yang lugas, tegas, tanpa tedeng aling-aling, terhadap hipokritas, tapi disajikan dalam semangat bercanda. Harry Roesli memang akrab dengan bingkai yang satirikal. Kadang, ia mengungkap tematik dengan menjungkirbalikkan logika.
Rasanya tak jauh berbeda dengan tokoh musik Amerika Serikat yang dikaguminya, Frank Zappa. Semangat humor terus terpompa dalam karya karyanya yang sarat simbol-simbol beratmosfer parodi. Lihat bagaimana Harry Roesli memotret jalan kehidupan Ken Arok, tokoh dari Singosari yang dikenal dengan kredo menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan dalam rock opera bertajuk Ken Arok.
Ken Arok berselingkuh dengan Ken Dedes, isteri Tunggul Ametung. Ken Arok bahkan menghabisi nyawa Tunggul Ametung dengan menggunakan keris bikinan Empu Gandring. Simak penggalan liriknya ini : Kubunuh suamimu kurebut tahtanya dan engkau kujadikan isteriku!
Kritik demi kritik menyemburat dalam sejumlah album-albumnya, seperti Phylosophy Gang (1973), Titik Api (1975), Ken Arok (1977), Gadis Plastik (1977), Tiga Bendera (1977), LTO (1978), Daun (1978), Jika Hari tak Berangin, (1978) dan masih banyak lagi.
Beasiswa musik Tahun 1978, Harry Roesli bertolak ke Belanda untuk menjalani studi musik di Rotterdam Conservaorium Den Haag, Belanda. Ia mendapat beasiswa dari Ministerie Recreatien Maatscapeliik Werk. Harry yang merupakan cucu dari pujangga Marah Roesli menyelesaikan studinya pada 1981 sebagai seorang doktor dalam bidang musik.
Sekembalinya ke Indonesia, semangat berkarya Harry Roesli seolah tak terbendung lagi. Dia menyemburat bagai keran yang telah dibuka katupnya. Beberapa karyanya memang mulai banyak memihak pada ragam kontemporer seperti Musik Rumah Sakit hingga Musik Sikat Gigi. Harry bahkan mulai berkolaborasi dengan beberapa kelompok teater, seperti Teater Koma milik N Riantiarno maupun Teater Mandiri yang dikelola Putu Wijaya. Harry secara serius terlibat dalam pementasan teater Opera Kecoa maupun Opera Ikan Asin yang menyedot banyak penonton.
Mata air Di samping itu, ekspresi musik dan teaternya diwujudkan dalam Depot Kreasi Seni Bandung yang bermarkas di rumahnya, di Jalan WR Supratman Bandung. Rumah besar milik keluarga Ruslan Roesli ini seolah menjadi mata air kegiatan seni di wilayah Bandung.
Di saat-saat terakhir, Harry Roesli yang pergi meninggalkan seorang isteri dan dua putra kembar sempat menitipkan pesan yang bisa bermakna luas: 'Jangan matikan lampu di kamar kerja saya'. Dan, karya-karya Harry Roesli sesungguhnya memang tak pernah mati.
DISKOGRAFI 1.Philosophy Gang - Lion Record 1973 2.Harry Roesli Solo 1 - Diamond 1972 3.Harry Roesli Solo 2 - Diamond 1973 4.Harry Roesli Solo 3 - Diamond 1974 5.Harry Roesli Solo 4 - Diamond 1975 6.Titik Api - Aktuil Musicollection 1976 7.Ken Arok - Eterna 1977 8.Tiga Bendera - Musica Studio's 1977 9.Gadis Plastik - Chandra Recording 1977 10.LTO - Musica Studio's 1978 11.Harry Roesli dan Kharisma 1 - Aneka Nada (1977) 12.Harry Roesli dan Kharisma 2 - Aneka Nada (1978) 13.Jika Hari Tak Berangin - Aneka Nada (1978) 14.Daun - SM Recording (1978) 15.Ode dan Ode - Berlian Record (1978) 16.Kota Gelap - Purnama Record (1979) 17.Harry Roesli & DKSB - Prosound (1984) 18.Kuda Rock N'Roll - Billboard (1985) 19.Asmat Dream - Frogpeak (1990) 20.Orang Basah - Frogpeak (1991) 21.Cuaca Buruk - Frogpeak (1992) 22.Cas Cis Cus - Hemagita Swara (1992) 23.Si Cantik - Gema Nada Pertiwi (1997)
ALBUM KOLABORASI
1.Musik Akustik Monticelli - Hidayat Audio (1977) 2.Renny Jayusman & DKSB (1984) 3.White Gold - Private (1995) 4.Doel Soembang & Harry Roesli Aku Ingin Putus Universal Music Indonesia (2001) 3.Iwan Fals In Collaboration Of - Musica Studios (2003) 4.Janga Pilih Politisi Busuk (2004)
MUSIK FILM
1.Suci Sang Primadona (1977) 2.Cas Cis Cus (Sonata di Tengah Kota) (1989) 3.Si Kabayan Saba Kota (1989) 4.Si Kabayan dan Gadis Kota (1989) 5.Di Sana Senang, di Sini Senang (1990) 6.Komar Si Glen Kemon Mudik (1990) 7.Om Pasikom (Parodi Ibukota) (1990) 8.Si Buta dari Goa Hantu (Lembah Tengkorak) (1990) 9. Suamiku Sayang (1990) 10.Si Kabayan dan Anak Jin (1991) 11.Si Kabayan Saba Metropolitan (1991) 12.Si Kabayan Mencari Jodoh (1992) ( Denny Sakrie/KPMI )
© 2007 Hak Cipta oleh Republika Online |
posted by Tembang Pribumi @ 7:41 AM |
|
|
|
Musik Saya Adalah Saya |
Musik Saya Adalah Saya Yockie Soerjoprajogo Musica Studio, 1979
Mungkin album ini merupakan album konsep pertama di Indonesia yang digagas Yockie Soerjoprajogo, pemain keyboard yang sohor ketika tergabung dalam group rock Godbless. tema yang diangkat adalah idealiasme bermusik dari seorang seniman musik yang harus gigih mempertahankan kreativitas di hamparan kreativitas di hamparan belantara industri yang begitu rimbun. Jika menyimak album ini, kita seolah tengah menyimak replika sebuah operet. Sindiran tajam terhadap kepongahan industri musik dan kasus pembajakan musik menempel dalam beberapa lagu yang dinyanyikan sederet penyanyi ternama seperti rafika Duri, Harvey Malaiholo, Chrisye,berlian Hitahuruk, Bram manusama, Andi Meriem Matalatta, Keenan nasution , dan Achmad Albar.
Tampilnya Sys NS sebagai narator mengingatkan kita pada album konsep karya Rick Wakeman Journey To The Center of The Earth yang menampilkan aktor david hemmings. Yockie pun mengaku terinspirasi dari karya2 Rick Wakeman. Di album ini Yockie membaurkan musik pop dengan rock progresif yang didukung symphony orkestra dari Idris Sardi. Yang pantas dicatat , album ini menjadi cetak biru dari gagasan rock meets orchestra yang 20 th kemudian diikuti Erwin Gutawa dalam album Rosckestra (2006)
Sumber : RSI
Side A. 1. Balada Lagu Tercinta ( Yockie ) Arr Yockie Vocal Bram, Harvey, Rafika, Meriam 2. Theme Song ( Musikku Adalah aku ) ( Yockie ) Arr; Yockie Vocal : Rafika, Harvey, Meriem, Berlian, Chrisye, Yockie, Fariz, Bram Pembawa Sajak : Sys NS 3. Cinderella ( NN ) arr : Yockie. Vocal : Kasino
Side B 1. Angin Malam ( Debbie/E Djarot ) Arr : Badai Band Vocal Chrisye 2. Mesin Kota ( Yockie ) Arr Yockie Vocal : A. Albar 3. Cakrawala Senja ( Fariz ) arr Adhie Vocal : Keenan 4. Daku Sang Bahaduri ( Yockie ) arr Yockie Vocal : Chrisye 5. Akhir Sebuah Opera (fariz ) arr Badai Band, Vocal Semua Artis |
posted by Tembang Pribumi @ 7:38 AM |
|
|
|
Lomba Cipta Lagu Remaja 1978 |
Lomba Cipta Lagu Remaja 1978 V/A DD Record 1978 Tidak ada Lomba Cipta Lagu yang hasilnya bergitu berpengaruh seperti LCLR 78. Ini adu ajang kreatif yang berhasil melahirkan pemahaman baru bahwa sebuah komposisi yang dimenangkan tak harus selalu berkutat dengan kaidah2 konvensional seperti selama ini menjadi acuan dean juri. Lagu-lagu yang lolos seleksi memperlihatkan progresi nada serta arransmen sangat komunikatif dan terbukti mampu bersaing di chart, sesuatu yang jarang dilakukan oleh produk sejenis Tiga diantaranya adalah " Kidung " ciptaan Christ Manusama, dibawakan oleh kelompok vocal Pahama ( Bram, Diana,& Christ ). kerangka lagunya sederhana sama sekali tidak mencerminkan jebolan sebuah festival, namun berhasil mencuri perhatian. Sedemian terkenalnya lagu ini, sampai-sampai Orkes Pancaran sinar petromaks memparodikannya dengan jenaka. Lalu ada " Khayal ' ( Cipt Christ & Tommy Ws ) yang dibawakan dengan rancak oleh Purnama Sultan. Secara imajinatif keduanya sama-sama bercerita tentang harapan. Lagu pemenang lainnya yang mengalami hehavy rotation di radio adalah " apatis " . diinterpretasikan dengan sangat bagus oleh Benny Soebardja vokalis dan gitaris Giant Step.Arransmen lagu ini mengambil sisi kontras dari kelembutan " Kidung " yakni permainan sound rock yg ekspresif pada gitar. Popularitas " Apatis " turut melejitkan penciptanya . Inggris Wijanarko. LCLR 78 yang digagas oleh Prambors rasisonia, radio yang saat itu tengah menjadi trendsetter anak muda Jakarta dan dimaksudkan sebagai alternatif dari program sejenis yang sudah hadir duluan seperti festival Lagu Pop nasional. Pengemasannya pun dibuat lebih releks dan modern. Untuk keperluan relkaman dipercayakan pada Keenan ( Drum ) dan Odink Nasution ( gitar ). Jockie Suryoprayogo bertindak sebagai music director. Spirit pembaruan yang menjadi dasar penyelenggaraan diterjemahkan Jockie dalam wujud konsep musik yang cair tanpa harus terjebak formula angker. ia, misalnya, tahu benar kapan harus minimalis seperti saat mengiringi Pahama dalam " Kidaung " . Kita tahu kelompok tersebut memiliki karakter vocal tipis. Tidak ada pameran skill seperti lumrah dilakukan para peserta festival. Arransmen lebih berfungsi s ebagai elemen pendamping. Jikapun ada komposisi yang bernuansa festival, itu lebih dikarenakan tuntutan lagu seperti " Khayal ". Keenan Nasutionpun bermain dalam tempo rapat. Para pemenang LCLR 78 rata2 memiliki penguasaan kosa kata yang memadai.Penggambaran suasana setiap lagu disampaikan melalui kalimat2 jernih dan utuh, bukan lagi semata mengejar notasi seperti yang banyak dilakukan penulis lagu, sehingga setiap bahasa tetap menadapat kedudukan yang terhormat, tidak terjadi pemotongan yang seenaknya. tema yang diinginkan penulis dengan mudah tersampaikan. Menggunakan kriteria penilaian yang aktual serta lebih memperhatikan tuntutan jaman LCLR 78 turut menciptakan tardisi baru pada gaya penulisan sebuah lagu.Inti keberhasilannya adalah berhasil merangsang keberanian para penulis muda untuk menjajal kemampuan lewat ajang kompetisi. Siapakah yang kenal Deddy Gusrachmadi? Nama ini baru mencuri perhatian setelah ciptaannya mampu bersaing dengan komposer beken seperti Harry sabar yang juga ikut ajang ini. Prambors tak lagi mematahkan kontinuitas festival ini, akan tetapi jasa LCLR 78 tak bisa dilupakan begitu saja. Ia telah memberikan shock theraphypada musik pop Indonesia saat itu. Ditengan kenyataan2 aneh yang berlangsaung dimana sebuah konsep busuk tiba2 menjadi primadona industri musik modern, kita sangat memerlukan terobosan baru. Pendewaan bodoh atas nama masyarakat harus segera diakhiri, sebab selera masyarakat hanyalah kalimat pembenaran dan ketidakberanian para pelaku musik untuk emnciptakan idiom baru yang mampu menjadikan musik pop lebih memiliki gengsi. LCLR79 telah memberikan contoh soal itu. Sumber : RSI, foto dari musiklawas.blogspot |
posted by Tembang Pribumi @ 7:36 AM |
|
|
|
Tentang Saya |
Nama: Tembang Pribumi
Kediaman: Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Informasi:
See my complete profile
|
Jurnal Sebelumnya |
|
Simpan Data |
|
Halo-halo |
Musik adalah Cinta Pertama Ku. |
Teman-teman |
|
Didukung oleh |
|
|